menu melayang

Friday, February 3, 2012

PILIH KPR atau TUNAI ?

Lebih aman dan menguntungkan membeli rumah dengan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) ketimbang secara tunai.

Berbeda dengan apartemen yang kebanyakan dipasarkan secara tunai (langsung atau bertahap), rumah biasa atau landed residential umumnya (sekitar 80 persen) dibeli dengan fasilitas KPR. Jangan heran bank-bank gencar menawarkan KPR. Pasar KPR begitu besar.

Pertanyaannya, sebenarnya mana yang lebih baik, membeli rumah secara tunai atau dengan KPR? Semua nara sumber yang dihubungi Estate menjawab, lebih baik dengan KPR. “Dengan KPR Anda punya sisa dana untuk keperluan lain,” kata Eko Budi Supriyanto, Direktur Biro Riset InfoBank usai jumpa pers “InfoBank Rating 130 Bank” di Jakarta awal Juni 2007.

“Untuk rumah yang akan dihuni sendiri, lebih baik pakai KPR, karena dengan sedikit dana kita sudah bisa punya rumah. Jadi, nggak perlu ngontrak atau tinggal di rumah mertua lagi,” ujar Juanita A Luthan, Mortgage Business Group Head Bank Niaga. “Membeli rumah dengan KPR juga lebih aman,” timpal Dewi Damajanti, Head of Mortgage PermataBank. 

Bank ikut concern pada pilihan rumah konsumen, terutama menyangkut legalitas dan spesifikasinya, karena rumah itu akan menjadi jaminan KPR. Bank akan memastikan rumah tidak bermasalah. “Jadi, KPR meminimalisir risiko konsumen. Kalau membeli tunai dan developernya nakal, konsumen harus fight sendiri,” lanjutnya.

Nilai rumah vs biaya bunga
Bahkan, kendati masih memiliki dana untuk keperluan lain bila membeli rumah tunai, tetap lebih baik memakai KPR. Misalnya, Anda punya Rp200 juta dan hendak membeli rumah seharga Rp200 juta juga. Anda membayar uang muka Rp60 juta, sisanya Rp140 juta dengan KPR. Dengan demikian Anda masih punya Rp140 juta yang bisa ditabung dan memberikan hasil bunga.

Kita akan kehilangan pendapatan bunga itu bila semua uang dipakai melunasi harga rumah. Memang, kita harus membayar bunga dan biaya lain bila mengambil KPR. Tapi, beban bunga itu akan tertutupi oleh kenaikan nilai rumah. “Kenaikannya bisa lebih tinggi ketimbang bunga KPR,” kata Dewi.

Sebutlah dengan KPR Rp140 juta, cicilan (pokok+bunga)-nya Rp2 juta/bulan selama 10 tahun (120 bulan). Dengan asumsi meningkat 10 persen/tahun, 10 tahun kemudian nilai rumah akan menjadi Rp400 juta. Padahal, nominal cicilan yang harus dibayar selama 120 bulan hanya Rp240 juta. Bayangkan juga kalau uang Rp200 juta itu hanya ditabung. Dengan bunga net enam persen/tahun, uang itu akan berbiak menjadi Rp320 juta dalam 10 tahun atau tidak cukup untuk membeli rumah yang sama. 

Uang muka dan periode KPR
Berapa sebaiknya uang muka dan periode KPR? Menurut Juanita, tak ada patokan yang pasti, tergantung kondisi keuangan masing-masing. “Kalau duit terbatas, hanya bisa bayar uang muka sedikit. Uang muka sedikit, nilai KPR jadi besar dan periodenya lebih panjang,” katanya.

Berapapun uang muka dan periode KPR yang diambil, nilai cicilan tidak boleh melebihi 1/3 penghasilan bersih yang dibawa pulang. Kalau dengan 1/3 penghasilan itu periode KPR tidak mungkin 10 tahun, minta 15 atau bahkan 20 tahun. Memang, makin panjang periode KPR makin besar total bunga yang harus dibayar.

Solusinya bila kebetulan mendapat rezeki tambahan, percepat pelunasan KPR. Di kebanyakan bank percepatan pelunasan setelah KPR berjalan beberapa tahun, tidak dikenai pinalti. Dalam praktik uang muka rumah yang dibeli dengan KPR antara 20 – 30 persen, dan periodenya 10 – 15 tahun.

Bunga flat atau efektif
Mengenai bunga, cari bunga KPR yang paling kompetitif baik nominal maupun sistemnya. Ada tiga sistem perhitungan bunga KPR: efektif, anuitas, dan flat. Kebanyakan bank menerapkan sistem bunga efektif, beberapa memakai anuitas seperti BTN. Sedangkan sistem flat sudah jarang dipakai untuk KPR. (Lihat “Memahami Perhitungan Bunga KPR”, majalah Estate edisi Februari 2007).

Pada sistem bunga efektif cicilan KPR bersifat floating (bisa naik atau turun mengikuti bunga pasar). Karena itu banyak bank yang melansir KPR dengan bunga efektif fixed (tetap) selama waktu tertentu (misalnya satu atau tiga tahun). Jadi, selama sekian tahun Anda tidak perlu was-was dengan kemungkinan kenaikan cicilan akibat naiknya bunga KPR.

Mengutip perhitungan beberapa eksekutif perbankan, total bunga yang harus dibayar dengan sistem bunga efektif paling kecil dibanding bunga flat dan anuitas, dengan asumsi bunga pasar stabil selama periode KPR.
Misalnya, untuk KPR Rp100 juta, periode 36 bulan (tiga tahun), bunga 15 persen, dengan sistem bunga efektif total bunga yang harus dibayar mencapai Rp24,8 juta, dengan sistem bunga anuitas Rp31,4 juta, dan dengan sistem bunga flat dengan bunga 8,5 persen (konversi bunga efektif 15 persen ke bunga flat) Rp25,5 juta. Bunga, Amel, Yoenazh

Makin Kaya Dengan KPR
Menurut Juanita, pilihan antara membeli tunai atau dengan KPR relevan dipakai saat membeli rumah kedua yang bersifat investasi. “Ketimbang hanya didepositokan, lebih baik dibelikan properti tunai. Bisa disewakan dan nilai propertinya terus meningkat,” katanya.

Ilustrasi dari Ibnutomo H Kartiko, Managing Director PT Metro Capital, sebuah perusahaan konsultan KPR, berikut ini mungkin bisa memperjelas. Anda memiliki income Rp15 juta dan pengeluaran Rp7 juta sehingga ada surplus Rp8 juta/bulan. Anda juga punya tabungan Rp400 juta dengan penghasilan bunga net lima persen/tahun atau Rp1,67 juta/bulan.

Anda berniat membeli rumah seharga Rp400 juta. Bila dibayar lunas, tabungan nol dan pendapatan bunga Rp1,67 juta hilang. Sebaliknya, Anda hanya membayar uang muka rumah Rp200 juta, sisanya Rp200 juta menggunakan KPR. Dengan KPR 10 tahun (120 bulan) dan bunga 13 persen, cicilannya mencapai Rp3 juta/bulan, sehingga dari sisa penghasilan Rp8 juta Anda masih punya surplus Rp5 juta/bulan.

Sisa tabungan Rp200 juta Anda pakai lagi untuk membayar uang muka apartemen tipe studio seharga Rp400 juta di pusat bisnis Jakarta. Kekurangan Rp200 juta dilunasi dengan kredit pemilikan apartemen (KPA). Dengan periode KPA 10 tahun dan bunga 13 persen, cicilannya juga Rp3 juta/bulan, sehingga surplus penghasilan Anda tinggal Rp2 juta/bulan.
Katakanlah apartemen laku disewakan Rp5 juta/bulan atau Rp60 juta/tahun. Dengan demikian Anda memiliki penghasilan bersih Rp7 juta/bulan, ditambah aset rumah dan apartemen yang terus meningkat nilainya. Kekayaan itu tidak akan ada kalau semua tabungan Anda dipakai melunasi harga rumah.

Sumber : www.housing-estate.com

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel